Aku tak ingat mengapa saat itu membiarkanmu masuk ke dalam pertahananku yang telah begitu rapat aku jaga.
Bermula dari hal yang tidak direncanakan terjadi begitu saja, mengalir dengan ikhlas tanpa mengeluh dan gaduh dengan protes.
Aku masih berada di ambang batas wajar, masih dangkal belum terselami. Namun, perlahan kecerdasannya membiusku menjadi tidak sadar, menjebol pertahananku.
Meski begitu, aku tetap bertahan pada keangkuhan perasaanku, menyadari dengan sangat bahwa ia sudah satu. Semakin memperkukuh keangkuhan untuk menyadari perlahan ada yang berubah dari perasaanku.
Hangat.
Meski dibaluti dengan keangkuhan yang mencekam, kehangatan menjalar relung hatiku yang semakin mengaduh, mengelak dengan tegas namun tak bisa untuk tak menyapa.
Aku lupa, aku sudah tak sadar hampir setengah menyelami perasaan yang begitu angkuh ini.
Namun, aku harus menghentikan kehangatan yang semakin menjadi ini. Sungguh, bukanlah hal yang sulit untukku untuk tetap angkuh pada perasaanku.
Kini, menyoal waktu yang telah berlalu, kenangan terus menari seiring kidung cinta yang dilantunkan melalui goretan tinta emasmu yang menawan.