Ketika ada seseorang yang bertanya kepadaku, apakah aku
mengenalimu?
Aku jawab “tidak”
“bukankah kalian pernah bersama, masa kau tak mengenalinya?”
ia bertanya kembali.
Aku akan tetap menjawab “aku tak mengenalinya”
‘Karena aku pernah kehilangan dirinya, dan itu membuatku
tak mengenali apapun tentang dirinya. Ketika ia datang kembali, ia datang tidak
seperti pertama kali aku bertemu dengannya, seperti orang asing yang pernah
datang lalu menghilang kemudian datang lagi’
“sungguh kau tak mengenalinya?” iya tetap bersikeras.
Aku menoleh, mataku menatap tajam mata si penanya itu. Apakah
kau tak paham?!
“aku sungguh tak mengenalinya!”
Karena dengan tak mengenalinya, aku tak perlu bersusah payah
mengingat pernah bersama, pernah memiliki perasaan. Karena aku tak
mengenalinya.
“aku sungguh tak mengenal apapun, tak tahu apapun, apa yang
pernah terjadi dengannya, tak mengetahui apapun kebahagiaan yang pernah
dirasakannya begitu pula dengan kesedihannya”
Karena, aku tak mengenalinya dan berharap tak akan ingat
kembali.
“tapi kau tak bisa begitu!” tegas penanya tersebut.
Aku menoleh, ‘maksudmu?’
“sekeras apapun kau berusaha untuk tak mengenalinya, ingatan
itu terus ada, dia akan tetap, dan selalu mengingatmu. Meski kau menarik diri,
kau telah jatuh dan berusaha bangkit, berjalan meski tertatih, ingatan itu akan
terus ada”
“tetap saja,aku tak mengenalinya!” aku tetap bersikeras.
Kudengar suaranya bergetar, seperti hendak mengeluarkan
semua beban yang ada di pikirannya, juga perasaannya.
##
Sosok itu tak akan pernah tau keadaan wanita itu sebenarnya,
yang ia tau, ia baik-baik saja.
Kalau saja perempuan itu tau, ia pun pernah merasakan
kesakitan yang amat dalam, terkadang masih terasa. Meskipun, tak ia tunjukkan
kepada wanita itu. Wanita yang ia sayangi.